Khazanah
Terkini

Benarkah Cinta Tidak Harus Memiliki itu Sunnah Rosul?

Cinta adalah suatu rasa yang muncul dalam hati manusia yang bersifat fitrah. Bagi penulis,cinta itu sunnatullah, cinta itu anugerah dari Allah.

Cinta dalam diri manusia bisa tumbuh karena rangsangan orang lain atau tumbuh dengan sendirinya. Manusia mencintai Allah SWT tumbuh karena keimanan atau petunjuk langsung yang masuk dalam hati manusia.

Cinta manusia kepada Allah hampir dipastikan tidak pernah ditolak. Bahkan siapapun yang beriman berhak mendapatkan balasan cinta dari NYA.

Lalu bagaimana jika cinta ini tumbuh diantara sesama manusia (laki dan perempuan yang bukan muhrim). Apakah cinta ini bisa dijadikan landasan manusia tersebut untuk mendapatkan balasan cinta dari lawan jenis.

Atau bahkan manusia tersebut diperbolehkan memperjuangkan cintanya hingga mendapatkan respon dan tumbuh berkembang?. Lebih jauh dari itu, apakah atas nama cinta, manusia bisa memiliki yang dicintai hingga menikahi secara sah menurut agama?.

Menjawab dari semua pertanyaan di atas tentu pembaca mempunyai pandangan masing-masing. Kendati demikian, tahukah kaum Muslimin, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah merasakan jatuh cinta. Tidak hanya itu Nabi pernah mendapatkan penolakan dari keluarga perempuan yang dicinta.

Hal ini dikisahkan dalam riwayat Hisyam bin Muhammad bin Saib Al-Kalby bahwa Rasulullah SAW pernah ditolak lamaranya. Bahasa zaman sekarang cinta bertepuk sebelah tangan. Iya bertepuk sebelah tangan, saat beliau menginginkan cinta pertamanya. Nabi waktu itu mencintai sepupunya sendiri sayyidah fadhilah Ummu Hani bintu Abi Thalib.

أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ السَّائِبِ الْكَلْبِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: خَطَبَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إِلَى أَبِي طَالِبٍ ابْنَتَهُ أُمَّ هَانِئٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَخَطَبَهَا هُبَيْرَةُ بْنُ أَبِي وهب بن عمرو بن عائذ بن عمران بن مخزوم. فتزوجها هبيرة فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (يا عم زوجت هبيرة وتركتني؟) فقال: يا ابن أَخِي إِنَّا قَدْ صَاهَرْنَا إِلَيْهِمْ، وَالْكَرِيمُ يُكَافِئُ الْكَرِيمَ.

Bercerita kepadaku Hisyam bin Muhammad bin Saib Al-Kalby dari ayahnya dari ayahku Sholih dari ibnu Abbas berkata: suatu hari pernah berkata bahwa pada zaman Jahiliyah, Rasulullah pernah mengajukan lamaran kepada Abu Thalib untuk meminang putrinya yakni Ummu Hani. Pada saat yang bersamaan, Hubairah bin Abu Wahab bin Umar bin Aid bin Imron bin Mahzum juga datang melamar putri cantiknya. (Abu Thalib bingung, keduanya sama-sama baik di hadapannya. Yang satu merupakan keponakan tercintanya yang sudah tidak diragukan lagi perangainya. Sedang satunya merupakan seorang kerabat jauh yang cukup terpandang di daerahnya. Dengan penuh pertimbangan), akhirnya Abu Thalib menikahkan putrinya dengan Hubairah.

Atas keputusan Abu Thalib, Rasulullah SAW pun bertanya” Wahai paman mengapa engkau lebih memilih Hubairah dari pada aku?”. Abu Thalib menjawab “Wahai anak saudaraku (Muhammad) putriku telah ku jodohkan dengan kabilah Makhzum sebagaimana kabilah itu menikahkan putrinya dengan kabilah kita (orang tuamu Abdullah dan Aminah),”. Bagi Abu Thalib hal itu diputuskan untuk menjaga hubungan baik kedua kabilah sebagaimana tradisi yang diajarkan para leluhurnya.

ثُمَّ أَسْلَمَتْ فَفَرَّقَ الإِسْلامُ بَيْنَهَا وَبَيْنَ هُبَيْرَةَ، فَخَطَبَهَا رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إِلَى نَفْسِهَا فَقَالَتْ: وَاللَّهِ إِنْ كُنْتُ لأُحِبُّكَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَكَيْفَ فِي الإِسْلامِ؟ وَلَكِنِّي امرأة مُصبية (أي: ذات صبية) وَأَكْرَهُ أَنْ يُؤْذُوكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: (خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْمَطَايَا نِسَاءُ قُرَيْشٍ. أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ).

Cinta pertama, memanglah amat sangat sulit dilupakan, karena itulah, ketika Islam datang, “kemudian Ummu Hani masuk Islam dan Islam memisahkan antara Umi Hani dan Hubairah (karena suaminya Hubairah tetap teguh pada keyakinan nenek moyang) Maka untuk yang kedua kalinya, Rasulullah SAW melamarnya, Ummu Hani pun menjawab “ Demi Allah aku mencintaimu di saat jahiliyah terlebih lagi saat Islam ini. Tapi kini aku telah renta sedang hak seorang suami sangatlah besar. Aku tak ingin merepotkanmu wahai Rasul. Aku khawatir jika aku membaktikan diri pada suami, aku akan lalai terhadap kewajibanku pada anak. Dan jika ku baktikan hidupku pada anak-anakku, aku akan lalai terhadap kewajibanku pada suami”

Rasulullah saw memahaminya, lantas dengan beliau bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita sholih dari Suku Quraisy; paling lembut kepada anak di usia kecil dan paling menjaga pada harta suami.”

Ada lagi cinta Rasulullah yang tak berbalas yaitu cinta beliau kepada

ضُبَاعَةُ بِنْتُ عَامِرِ بْنِ قُرْطِ بْنِ سَلَمَةَ بْنِ قُشَيْرِ بْنِ كَعْبِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ

أَخبرَنَا هِشَامُ بْنُ مُحَمَّدٍ ، عَنْ أبيه ، عَنْ أبى صالح، عَنِ ابن عباس قَالَ : كَانَتْ ضُبَاعَةُ بِنْتُ عَامِرٍ عِنْدَ هَوْذَةَ بْنِ عَلِيٍّ الْحَنَفِيِّ فَهَلَكَ عَنْهَا فَوَرَّثَتْهُ مَالًا كَثِيرًا فَتَزَوَّجَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ التَّيْمِيُّ وَكَانَ لَا يُولَدُ لَهُ فَسَأَلَتْهُ الطَّلَاقَ فَطَلَّقَهَا فَتَزَوَّجَهَا هِشَامُ بْنُ الْمُغِيرَةِ فَوَلَدَتْ لَهُ سَلَمَةَ فَكَانَ مِنْ خِيَارِ الْمُسْلِمِينَ فَتُوُفِّيَ عَنْهَا هِشَامٌ وَكَانَتْ مِنْ أَجْمَلِ نِسَاءِ الْعَرَبِ وَأَعْظَمِهِ خُلُقًا وَكَانَتْ إِذَا جَلَسَتْ أَخَذَتْ مِنَ الْأَرْضِ شَيْئًا كَثِيرًا وَكَانَتْ تُغَطِّي جَسَدَهَا بِشَعْرِهَا فَذُكِرَ جَمَالُهَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَطَبَهَا إِلَى ابْنِهَا سَلَمَةَ بْنِ هِشَامِ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، فَقَالَ : حَتَّى أَسْتَأْمِرَهَا ، وَقِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهَا قَدْ كَبِرَتْ فَأَتَاهَا ابْنُهَا ، فَقَالَ لَهَا إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَكِ إِلَيَّ ، فَقَالَتْ : مَا قُلْتَ لَهُ ؟ قَالَ : قُلْتُ : حَتَّى أَسْتَأْمِرَهَا ، فَقَالَتْ : وَفِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسْتَأْمَرُ ارْجِعْ فَزَوِّجْهُ فَرَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ فَسَكَتَ عَنْهُ
(الطباقة الكبرى ج. ٨ ص. ١١٩ – ١٢١ )

Bercerita kepadaku Hisyam bin Muhammad bin Saib Al-Kalby dari ayahnya dari ayahku Sholih dari Ibnu Abbas suatu hari bercerita bahwa Dubaah binti Amir, seorang wanita Arab tercantik di Mekkah dinikahkan dengan Haudzah bin Ali Hanafi yang kemudian meninggal. Dubaah kemudian mewarisi kekayaan yang sangat besar dan kembali menikah dengan Abdullah bin Jidan Taymi. Dari pernikahan ini, mereka tidak dikaruniai anak sehingga ia meminta suaminya untuk menceraikannya.

Setelah bercerai, Duba’ah kembali menikah dengan seorang laki-laki bernama Hisyam bin Mughirah dan dikaruniai seorang anak bernama Salamah yang merupakan salah seorang sahabat terbaik Rasul. Setelah Hisyam meninggal, Rasulullah melamarnya melalui Salamah dan Salamah menjawab “Wahai Rasul, ibuku telah renta, namun akan kutanyakan pada ibu perihal hal ini”.

Sesampai di rumah, Salamah berkata pada ibunya “Rasulullah melamar ibu” Dubaah bertanya “Apa jawabanmu?”. Salamah berkata “Aku menjawab akan ku tanyakan pada ibu”. Dubaah berkata “Wahai anakku, apa lagi yang perlu kau tanyakan? Kembalilah dan katakan ya.” Salamah kembali menemui Rasulullah tetapi beliau tidak berkata apa apa.

Tidak cuma Rasulullah, Sahabat-sahabat pilihan pun pernah meraskan bertepuk sebelah tangan seperti sahabat Abu Bakar dan Sahabat Umar bin Khattab.

أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ خَطَبَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَاطِمَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا صَغِيرَةٌ فَخَطَبَهَا عَلِيٌّ فَزَوَّجَهَا مِنْهُ

Telah mengkhabarkan kepada kami Al Husain bin Huraits, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Musa dari Al Husain bin Waqid dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya,ia berkata; Abu Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma melamar Fathimah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya ia masih kecil, ” lalu Ali melamarnya dan beliau menikahkannya dengan Ali.

Meskipun Rasulullah pernah ditolak dua kali oleh Ummu Hani, tapi beliau tetep sangat hormat dan sayang kepada beliau, terbukti bahwa saat Rasulullah di isra’-kan oleh Allah beliu sempet menginap di rumahnya Ummu Hani dan dari beberapa hadits mengenai beliau berdua diantaranya adalah:

عَنْ أَبِي النَّضْرِ، مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، أَنَّ أَبَا مُرَّةَ، مَوْلَى أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ، أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أُمَّ هَانِئٍ بِنْتَ أَبِي طَالِبٍ، تَقُولُ: ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الفَتْحِ، فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: «مَنْ هَذِهِ» فَقُلْتُ: أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: «مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ» فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، زَعَمَ ابْنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدْ أَجَرْتُهُ، فُلاَنُ بْنُ هُبَيْرَةَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِئٍ» قَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ: وَذَاكَ ضُحًى. رواه البخاري ومسلم

Dari Abu An-Nadhr; bekas budak Umar bin Ubaidillah, bahwasannya Abu Murrah; bekas budak Ummu Hani’ binti Abi Thalib telah menceritakan bahwasannya ia mendengar Ummu Hani’ binti Abu Thalib berkata, “Saya pergi menemui Rasulullah saw. pada tahun Fathu Makkah, saya dapati beliau sedang mandi dan Fathimah menutupinya dengan kain, lalu saya mengucapkan salam.” Beliau menjawab, “Siapakah ini?”. Saya menjawab: “Ummu Hani’ binti Abu Thalib!” Beliau berkata: “Selamat datang Ummu Hani.” Ketika selesai mandi, beliau berdiri shalat delapan raka’at berselimutkan satu kain. Dan ketika telah selesai shalat, aku berkata, “Wahai Rasulullah, saudaraku (Ali bin Abi Thalib) ingin membunuh orang yang telah aku lindungi, yaitu Fulan bin Hubairah”. Rasulullah saw. bersabda, “Kami melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani”. Ummu Hani’ berkata, “Hal itu pada waktu Dhuha.”(H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

Begitu juga Sahabat Abu Bakar dan Umar, meskipun lamaran beliau berdua pernah ditolak oleh Rasulullah, tapi beliau berdua besar hati, dan tetap setia mendampingi Nabi di dunia bahkan InsyaAllah di akhirat nanti.

Penulis: Basyar Alfaqir, Santri Lirboyo, Kediri Jawa Timur.

Artikel yang berkaitan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cek Juga

Close
Back to top button
Close