
Sebagaimana diketahui, di kalangan jam’iyah NU ada satu kegiatan yang disebut “Lailatul Ijtima,” yaitu sebuah pertemuan di waktu malam yang diselenggarakan setiap bulan. Kegiatan ini dilakukan usai shalat Isya berjamaah. Beberapa kalangan menengarai bahwa Lailatul Ijtima itu pada mulanya adalah kebiasaan berkumpul para Kiai yang digunakan untuk membahas berbagai permasalahan penting di antara mereka, baik tentang masalah-masalah keagamaan maupun berbagai persoalan sosial dan kemasyarakatan.
Akhirnya pertemuan seperti itu menjadi kebiasaan orang-orang NU atau para pengurus NU. Acara seperti ini kemudian juga dimanfaatkan oleh para pengurus dan warga NU untuk membahas, memecahkan dan mencari solusi atas problematika organisasi, mulai dari masalah iuran, menghadapi bulan Ramadhan, menentukan awal Ramadhan sampai pada masalah-masalah umat yang berat.
Pada masa dahulu, kegiatan Lailatul Ijtima’ dapat ditemui dari tingkat pengurus ranting, tingkat MWC, Cabang, Wilayah, sampai tingkat Pengurus Besar (Pusat). Namun seiring dengan tuntutan hidup manusia dan kesibukan mereka yang semakin tinggi, serta berbagai rutinitas yang tidak mengenal waktu, maka praktis kegiatan Lailatul Ijtiima’ ini mulai jarang dilakukan, meski di berbagai daerah masih banyak juga yang menyelenggarakannya setiap bulan.
Mengingat urusan Jam’iyah kini semakin banyak, dan banyak pula di antara urusan-urusan itu begitu rumit pemecahannya, maka sebagaimana himbauan PCNU, PWNU, maupun PBNU, diharapkan semua kepengurusan NU di semua tingkatan saat ini agar senantiasa mengadakan acara pertemuan bulanan tersebut.
Pada setiap kegiatan Lailatul Ijtima’ ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam hal yang berkaitan dengan keorganisasian, mulai dari mensosialisasikan program kerja jam’iyah, menyampaikan hasil evaluasi atas kinerja kepengurusan, penyampaian informasi baru kepada warga jam’iyah, sampai pada pemaparan hasil Bahtsul Masail, atau problematika tergerusnya akidah di lingkungan masyarakat, dan lain sebagainya.
Pertemuan Lailatul Ijtima’ bisa juga diselenggarakan pada pagi atau siang hari (menjadi Naharul Ijtima’) seperti yang dilakukan oleh sebagian kalangan pengurus NU di tingkat PC, MWC dan lainnya yang selalu diselenggarakan di kantor masing-masing maupun secara bergilir di tempat-tempat yang berbeda. Masing-masing desa yang menjadi tempat kegiatan tersebut mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah.
Bahkan tidak hanya sampai di situ, kabar yang sangat menggembirakan lagi bahwa tradisi Lailatul Ijtima’ ini juga rutin dilaksanakan di luar Jawa, di mana satu tempat yang digunakan kegiatan dengan tempat lainnya berjarak sangat jauh, karena acara seperti ini selain menjadi media untuk merekatkan konsolidasi organisasi, juga untuk mempererat silaturahmi sesama warga Nahdliyyin, terutama antar Ulama sepuh dengan pengurus, dan antara generasi muda NU dengan para sesepuh NU, sehingga dengan ini dua manfaat bisa diraih sekaligus.
Penulis: KH. Busyrol Karim Abdul Mughni (Rais Syuriah PCNU Kab. Kediri)
Penyunting: Eqtafa Berrasul Muhammad