Keislaman

Shalat Berjamaah Bersama Pacar, Bagaimana Hukumnya?

Islam mengatur semua lini kehidupan untuk umatnya. Manusia hanya menjalan perintah dan menjauhi laranganNYa. Begitu juga peraturan hubungan sosial.

Di zaman modern telah muncul fenomena hubungan sosial yang sering kali bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana contoh hubungan sosial melalui berpacaran. Tindakan sosial berupa pacaran dengan lawan jenis akhir-kahir ini dianggap sudah wajar, bahkan dianggap layaknya masa percobaan menjalani kehidupan rumah tangga baru.

Lebih dari itu, tidak jarang kita melihat orang yang taat agama berpacaran, melakukan ritual keagamaan secara bersama. Sebagaimana contoh orang yang beragama Islam melakukan shalat berjamaah bersama pacar. Kejadian ini menjadi pusat perhatian para tokoh agama masyarakat umum.

Menjadi pertanyaan umat muslim, bagaimana hukumnya Shalat berjamaah dengan orang yang bukan muhrim/pacarnya?

Di antara dalil menjadi landasan dalam hal ini adalah sebagai berikut.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali berkhalwat (berduaan) dengan perempuan yang bukan mahram karena yang ketiga di antara mereka adalah setan,” (HR Ahmad).

Abu Ishaq Asy-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi’i menyatakan bahwa makruh seorang laki-laki shalat dengan seorang perempuan ajnabiyyah atau yang bukan mahramnya karena didasarkan hadits Nabi yang melarang seorang laki-laki berduaan dengan perempuan yang bukan mahram.

وَيُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ بِامْرَأَةٍ أَجْنَبِيَّةٍ لِمَا رَوَي أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya, “Dan dimakruhkan seorang laki-laki shalat dengan seorang perempuan ajnabiyyah karena didasarkan pada sabda Nabi SAW, ‘Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan perempuan karena yang ketiga di antara mereka adalah setan,” (Lihat Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi’i, Beirut, Darul Fikr, tt, juz I, halaman 98).

Kemakruhan dalam konteks ini menurut Muhyiddin Syarf An-Nawawi adalah makruh tahrim sebagaimana yang beliau kemukakan dalam anotasi atau syarah atas pernyataan Abu Ishaq Asy-Syirazi di atas.

Sedangkan makruh tahrim itu sendiri pengertian adalah sama dengan haram.

اَلْمُرَادُ بِالْكَرَاهَةِ كَرَاهَةُ تَحْرِيمِ هَذَا إِذَا خَلَا بِهَا

Artinya, “Yang dimaksud makruh (dalam pernyataan Abu Ishaq Asy-Syirazi di atas) adalah makruh tahrim. Hal ini apabila si laki-laki tersebut berduaan dengan seorang perempuan ajnabiyyah atau bukan mahramnya,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz IV, halaman 173).

Berbicara soal Shalat berjamaah dengan orang bukan muhrim terdapat perbedaan pandangan dikalangan ulama.

Pendapat pertama, Shalat Berjamaaah berduaan bukan mahramnya atau hanya berdua dengan pacar adalah haram dengan mengacu pada penjelasan di atas.

Pendapat kedua, shalat berjamaah dengan perempuan yang bukan mahram atau dengan pacar sebagaimana dijelaskan di atas adalah tetap sah. Sebab konteks haram penjelasan di atas diberuntukan urusan lain yang lebih membayakan (li amrin kharijiy ‘anis shalah), berbeda dengan Shalat.

Dijelsakan dari hasil Baitul Masail Nahdlatul Ulama (NU) mengutip Abu Ishaq Asy-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi’i mengungkapkan, makruh hukumnya seorang laki-laki shalat dengan seorang perempuan ajnabiyyah atau yang bukan mahramnya karena didasarkan hadis Nabi yang melarang seorang laki-laki berduaan dengan perempuan yang bukan mahram.

Kemakruhan dalam konteks ini menurut Muhyiddin Syarf An-Nawawi adalah makruh tahrim sebagaimana yang beliau kemukakan dalam anotasi atau syarah atas pernyataan Abu Ishaq Asy-Syirazi di atas. Sedangkan, makruh tahrim itu sendiri pengertian adalah sama dengan haram.

Namun, Baitul Masail NU menjelaskan, haramnya shalat dengan bukan muhrim, bukan berarti shalatnya tidak sah. Bahtsul Masail menjelaskan, meski dihukumi makruh tahrim atau haram, shalat berjamaah dengan perempuan yang bukan mahram atau dengan pacar sebagaimana dijelaskan di atas adalah tetap sah.

Sebab, keharaman shalat berduaan dengan pacar atau perempuan yang bukan mahramnya karena adanya sesuatu yang berada di luar shalat (li amrin kharijiy ‘anis shalah). Yaitu berkhalwat atau berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Sedang berkhalwat tersebut bisa terjadi melalui perantara shalat dan yang lainnya.

Dijelaskan oleh Ki Kelana, Wakil Ketua LDNU Kota Depok.

Artikel yang berkaitan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close