KeislamanOpini

Viral Pasar Muamalah Depok, Begini Sejarah Koin Dirham, Dinar, dan Fulus

Oleh Sumanto Al Qurtuby
Direktur Nusantara Institute, dosen King Fahd University, dan senior scholar Middle East Institute

Sekelompok umat Islam di Indonesia sedang mengkhayalkan tata-cara bermuamalah yang “Islami” atau “syar’i” yang antara lain dengan menggunakan koin emas (atau mungkin perak) yang bernama dirham dan dinar sebagai alat transaksi atau pembayaran dalam berniaga dan lainnya seperti yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad 15-an abad silam.

Sebetulnya, sudah sejak ribuan tahun silam, selain sistem barter, mata uang – apapun namanya dalam bentuk koin– sudah digunakan oleh umat manusia dari berbagai peradaban kuno (China, India, Mesopotamia, Mesir, Persia, dlsb) sebagai alat pembayaran dalam bertransaksi dan berdagang.

Selain itu, masyarakat Timur Tengah dulu di Abad Pertengahan, termasuk umat Islam, juga menggunakan sistem kredit, cheque dan lainnya. Saya sudah menjelaskan panjang-lebar tentang ini di buku “Islam dan Sistem Perbankan di Timur Tengah.”

Jadi, koin emas dan perak yang bernama dirham dan dinar bukan satu-satunya “cara bermuamalah” yang dipakai oleh umat Islam zaman dulu. Bahkan dirham dan dinar bukan satu-satunya nama koin mata uang yang dipakai oleh umat Islam dulu. Ada juga koin “akche” (koin perak, diperkenalkan oleh Sultan Usman I, pendiri Turki Usmani. Kelak Sultan Mehmed mengeluarkan “akche” yang koin emas). Lalu Sultan Murad I mengeluarkan mata uang koin tembaga yang diberi nama “mangir”.

Lalu, dari mana asal-usul nama “dirham” (Ibrani: “drachmon”) itu? Dari aspek kebahasaan, nama dirham berarti “koin perak”. Para sejarawan berpendapat asal-usul “dirham” berasal dari “drachma” atau “didrachm” yang merupakan mata uang Yunani.

Mata uang koin ini kemudian diperkenalkan ke kawasan Timur Tengah, khususnya Levant (Suriah, Yordania dan sekitarnya), oleh Imperium Byzantium yang kala itu (beberapa abad sebelum Islam lahir di abad ke-7 M) mengontrol kawasan tersebut.

Penduduk Arabia waktu itu banyak yang melakukan perdagangan hilir-mudik Hijaz-Levant sehingga tidak heran jika kelak mereka – termasuk Nabi Muhammad – kemudian memakai koin dirham juga sebagai alat bertransaksi.

Koin dirham juga dulu dipakai secara resmi oleh orang-orang Persia pra-Islam. Mereka menyebutnya “drahm” atau “dram”. Pula, koin dirham dalam sejarahnya juga pernah digunakan oleh bangsa Moor, Vikings, Romawi dlsb. Jelasnya, koin ini bukan melulu digunakan oleh masyarakat Muslim Arab zaman dulu tetapi juga berbagai bangsa (dan pemeluk agama) yang tinggal di kawasan Timur Tengah, Laut Mediteranian, dan juga Eropa. Kini, mata uang “dirham” (bukan koin) dipakai sebagai mata uang resmi di Uni Emirat Arab, Maroko, dan Armenia (di Armenia namanya “dram”).

Bagaimana dengan “dinar”? Kata Arab “dinar” berasal dari kata Syriac “dinara” yang berasal dari Yunani “denarion” yang asalnya dari Latin “denarius”. Imperium Romawi Kuno dulu menggunakan “denarius” (koin perak) sebagai mata uang resmi.

Sebagaimana koin dirham, koin dinar – baik yang koin emas maupun perak – juga dipakai oleh berbagai peradaban manusia, bukan melulu Muslim Timur Tengah. Imperium Kushan dulu memperkenalkan “dinara” (koin emas) ke India di abad ke-1 M.

Dalam sejarah Imperium Islam di Timur Tengah, pemakaian nama dinar (dalam bentuk koin emas) diperkenalkan secara resmi pertama kali oleh Raja Abdul Malik bin Marwan (dari Dinasti Umayyah) di akhir abd ke-7 M.

Tetapi Abdul Malik bukan orang pertama yang memperkenalkan secara resmi mata uang koin. Sebelumnya, Khalifah Umar dan Usman juga mengeluarkan secara resmi mata uang koin (emas/perak). Kelak, para raja dinasti Islam dari Umayah, Abbasiyah, Andalusiyah, Ayub, Saljuk, Turki Usmani dlsb berlomba-lomba mencetak koin dirham & dinar (dan nama lainnya) didesain sesuai dengan “selera” penguasa.

Lalu apa yang membedakan antara koin dirham & dinar (emas maupun perak) yang dipakai di kalangan umat Islam klasik-pertengahan dengan masyarakan non-Muslim? Yang membedakan adalah “desain”-nya. Kalau umat Islam biasanya ada tulisan kalimat tauhid (“La ilaha illa Allah”) plus kalimat lain sesuai selera penguasa. Sedangkan koin dirham/dinar di kalangan masyarakat non-Muslim dulu gambarnya cem-macem sesuai selera penguasa juga. Sama seperti mata uang kertas kontemporer yang desain dan gambarnya juga beraneka ragam.

Sejumlah negara di Timur Tengah dan Afrika yang mata uangnya memakai nama “dinar” (tapi dalam bentuk uang kertas) adalah Kuwait, Bahrain, Yordania, Irak, Aljazair, Tunisia, dan Sudan. Mata uang Serbia juga dinar. Sementara mata uang Arab Saudi dan Qatar adalah riyal.

Jadi jelaslah bahwa, seperti hijab dan gamis yang tidak melulu dipakai oleh umat Islam, koin dirham dan dinar pun begitu. Berbagai bangsa dan pengikut agama (termasuk Kristen Nestorian, Ortodoks Yunani, Yahudi dan lainnya) dulu juga menggunakan koin (emas/perak) bernama dirham dan dinar (dan juga lainnya) sebagai alat pembayaran/transaksi. Karena itu, umat Islam tak perlu “memonopoli” dan “mengaku-aku” koin dirham dan dinar. Nanti malah malu-maluin.

Kemudian kalau “fulus” asalnya dari mana? “Fulus” adalah kata jamak (plural) dari “fals” yang arti asalnya adalah “koin tembaga”. Kata ini berasal dari akar kata “follis”, yaitu mata uang koin tembaga yang dulu dipakai oleh Kekaisaran Romawi dan Byzantium.

Seperti koin emas/perak dinar dan dirham, koin fulus dulu perkenalkan secara resmi pemakaiannya di masa Dinasti Umayah. Biasanya koin fulus ini dipakai untuk alat beli/transaksi barang-barang yang lumayan murah. Kelak, kata “fulus” kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu dan diberi arti baru: “uang” (kertas).

Sekarang kalau kata “rupiah”? Kalau kata “rupiah” berasal dari Sansekerta “rupya”, sebutan atau nama untuk koin perak. Dalam Sansekerta, kata “rupya” ini berasal akar kata “rupa” yang berarti “elok, cantik” dan kemudian menjadi “rupawan”. Jadi kalimat, “Wajahmu sangat rupawan sekali” itu sebetulnya sama dengan kalimat: “Wajahmu sangat rupiah sekali”.

Demikian “kuliah Sabbat” hari ini. Semoga bermanfaat. Salam, Syalom, Haleluya. Rahayu slamet Kang Bagong…

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia.
Sumber

Tags

Artikel yang berkaitan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close