
Literatur adalah sumber atau acuan yang digunakan untuk berbagai keperluan di dunia pendidikan. Literatur disebut juga dengan rujukan dan biasanya diambil dari sumber berupa buku, jurnal, dan karya tulis lainnya.
Jika kita ingin ‘menarik’ benang merah sejarah pemikiran moderat Islam, maka nama Nurcholish Madjid atau yang akrab disapa “Cak Nur” tentu tidak boleh terlupakan. Cak Nur dijuluki sebagai lokomotif kemajuan Islam di Indonesia.
Dalam berbagai tulisan, buah permenungan Cak Nur acapkali menimbulkan diskusi-diskusi. Mulai dari isu peradaban, isu keagamaan, isu kemanusiaan senantiasa menjadi konsentrasi Cak Nur. Cak. Nur membawa narasi keislaman yang menyejukkan.
Isu rasisme misalnya, menjadi perhatian Cak Nur di dalam tulisan-tulisannya. Cak Nur berhasil menanggapi persoalan-persoalan tersebut dari level akademik sampai bahasa sehari-hari. Konsep keanekaragaman dalam kehidupan yang dilandasi perspektif historis. Dan mengandung tuntutan-tuntutan etis kehidupan masyarakat. Menjadi sumber inspirasi bagi peradaban baru. Islam kemodernan.
Potret moderasi yang disajikan Cak Nur kian tumbuh subur di berbagai lintas generasi sampai era kini. Pemikiran Cak Nur relevan demi kuatkan moderasi beragama. Konsep Universalisme Islam yang selalu disuarakan Cak Nur itu sangat mengakomodasi kebhinekaan bangsa Indonesia. Di dalam muatan konsep ini termuat seruan agar semua umat beragama, terutama umat Islam yang sebagai mayoritas di Indonesia, bersikap toleran, menjunjung tinggi perdamaian, menghargai keberagaman, serta mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Cak Nur merupakan tokoh yang mengilhami saya (penulis) dalam menempuh hidup sambil belajar di dunia ini.
Cak Nur telah membangun interpretasi baru atas makna keislaman dan bagaimana melihat agama lainnya. Nurcholish Madjid, atau populer dipanggil Cak Nur, lahir di di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939. Ia dikenal sebagai seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan sekaligus lokomotif Islam moderat di Indonesia.
Cak Nur adalah anak seorang “Kiai Kampung” yang berpandangan terbuka. Walaupun ayahnya secara prinsip memegang teguh keislaman yang dianut oleh warga Nahdlatul Ulama (NU), namun secara politik ayahnya memihak pada Masyumi, suatu pilihan politik yang pada saat itu dibenci warga Nahdliyin yang condong mendukung Partai NU.
Cak Nur remaja dididik di Pesantren Gontor, di bawah asuhan Kiai Zarkasyi, di mana Cak Nur dikenalkan kepada berbagai macam kitab dan pemikiran Islam. Pandangan Kiai Zarkasyi yang moderat dan maju inilah yang mempengaruhi tutur dan literatur Cak Nur.
Di Pesantren Gontor, Cak Nur banyak membaca karya-karya yang membuat pemikirannya lebih berwarna, seperti kitab Bidayah wan Nihayah dan Al-Malal wa Nihal yang merangkum perbedaan pendapat para ulama. Ini yang membuat Cak Nur berpikir bahwa perbedaan adalah perbendaharaan yang indah dalam Islam.
Pembelajaran yang ditempuh Cak Nur terbilang mulus, bahkan ia mendapat kedudukan yang istimewa di mata Imam Zarkasyi. Imam Zarkasyi berniat mengirim Nurcholish Madjid ke Mesir untuk melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Tetapi rencana itu tidak terwujud karena satu dan lain hal. Untuk meredakan rasa kecewa Cak Nur, Kiai Zarkasyi kemudian mengirimnya ke Jakarta untuk belajar di IAIN Syarif Hidayatullah.
Ketika Cak Nur berkuliah di IAIN Jakarta, Cak Nur, aktif dalam berorganisasi. Ia masuk ke dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan aktif di sana bersama seniornya, A.M. Fatwa. Selama aktif di HMI, ia banyak mengembangkan kajian-kajian mengenai Islamisme, modernisme dan mengenai ideologi.
Peran Cak Nur di segala sektor baik tutur dan melalui literatur telah menjadi “titik temu agama-agama” persinggungan gagasan yang merupakan bagian dari dimensi “Hablumminallah dan Hablumminannas” dan nilai-nilai luhur ini tumbuh subur.
Nilai-nilai kemodernan hasil dari kolaborasi yang substansial dan tidak lagi transaksional. Berpikir positif “Fa Inna Ma’al Usri Yusra” adalah sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Frasa yang terdapat dalam Qs. Al-Insyirah ayat 5 dan 6 dan seringkali dijadikan menjadi kalimat motivasi kepada sesama muslim.
“Semua karya-karya buku Cak Nur diserahkan di Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta” terang Kang Fachrurozi Majid, Direktur Eksekutif Nurcholish Madjid Society dalam acara diskusi “Refleksi Akhir Tahun : Negara Bangsa Dalam Pandangan Cak Nur” Jum’at, (23/12) dalam dialog yang diselenggarakan secara virtual itu.
(Abdul Majid Ramdhani).