Aswaja
Terkini

Ngaji Pasaran, dari Mukim di Pesantren hingga Via Online

Saya termasuk santri yang jarang mengikuti ngaji pasaran Ramadan. Seingat saya cuman dua kali yang benar-benar diniati “serius” ngaji yang juga sering disebut “kilatan” ini. Pertama di Cianjur dan Sukabumi dimana saya mengaji kitab “yaqulu” atau nazam Maqshud dan Alfiyyah Ibn Malik. Kedua di Pesantrennya Gus Dur. Di pesantren Ciganjur ini saya ngaji kitab Rasail Junaid kepada Kiai Luqman Hakim, Qawaid Tafsir kepada Kiai Husnul, dan Almilal Wan-Nihal kepada Kiai Said serta Risalah Aswaja dan muallaqat assab’ah kepada Gus Dur. Dua kiai yang terakhir sampai selesai pasaran tak pernah sekalipun terealisasi ngajinya. Gus Dur waktu itu sedang sakit sementara Kiai Said selalu gagal meskipun hampir setiap subuh perwakilan santri menjemput beliau.

Di dua tempat ini saya mukim sejak awal Ramadan hingga pengajian khatam sekitar tanggal 20-an Ramadan. Banyak kesan dan pengalaman yg saya dapatkan selama menjadi santri “mufassirin”, begitu santri Sunda menyebut santri yang hanya ngaji selama pasaran ini.

Di akhir tahun 2012 saya mendapatkan berkah yang luar biasa (tahadduts binni’mat.. Hehe), saat di mana saya yg sebelumnya ingin mengaji kepada Kiai Said gagal, diberi kesempatan untuk mengaji beberapa kitab. Di antaranya adalah Misyakatul Anwarnya Imam Al-Ghazali dan disertasi beliau (khusus bab analisis, tidak keseluruhan). Pengajian disertasi beliau malah terus berlanjut bukan hanya setelah lebaran, melainkan sampai beberapa tahun (sekira tahun 2015) dan alhamdulillah sampai khatam dan eksklusif karena sering kali hanya berduaan saja. Bahkan yang menjadwalkan malah beliaunya sendiri melalui telfon. “pokoke lamun isun kosong tek telfon ngaji yah?” kira-kira demikian dawuh beliau. 😂

Balik lagi ke tema ngaji pasaran, intinya ngaji pasaran terutama di selain pesantren asal kita belajar adalah suatu pengalaman yang sangat berharga. Selain menambah jejaring sanad juga tentunya memperluas jaringan pertemanan.

Lima tahun terakhir pengajian pasaran bisa dinikmati melalui streaming alias online. Tahun 2015 saya mengikuti pengajian jarak jauh melalui radio.nu.or.id, salah satunya ngaji kitab idhatun nasyiin yg dibacakan oleh Almukarram Romo Kiai Gus Mus.

Kini, ngaji pasaran tak lagi harus mukim di pesantren. Di mana saja kita bisa mengikuti pengajian pasaran via online dan bebas memilih kitab dan qari’-nya. Tentu dengan dua catatan: memiliki akses internet dan kemauan.

Penulis: Idris Masudi Dosen Unusia Jakarta

Pandeglang, 22 April 2020

Tags

Artikel yang berkaitan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close