Aswaja
Terkini

Kewajiban Seorang Muslim Belajar Al-Qur’an Melalui Guru

Tidak ada toleransi perihal kesalahan belajar Al-Qur’an. Siapapun salah atau menyimpang (lahn) maka konsekuensinya adalah berdosa. Hal ini wajar karena belajar mengajar hingga memahami Al-Qur’an melalui guru yang lebih alim adalah wajib.

Beda dengan bahasa Inggris, meskipun pronounciationnya kurang fashih atau tensisnya salah maka seseorang yang belajar tidak apa-apa atau tidak berdosa.

Berbeda dengan kitab suci, dalam membaca Al-Qur’an, hukumnya wajib belajar melalui guru yang mempunyai sanad (jalur keilmuan) bersambung, mutawattir sampai Rasulullah dengan cara Talaqqi.Proses pembelajaran harus Musyafahah, dibacakan dan meniru, lalu dibenarkan oleh guru.

Konsep belajar Al-Qur’an seperti demikian yang diajarkan oleh Rasulullah. Hal tersebut berkaca pada pengalaman Nabi SAW saat berguru pada Malaikat Jibril. Gambaran ini termaktub dalam QS. Al-Qiyamah ayat 16;

ﻟَﺎ ﺗُﺤَﺮِّﻙْ ﺑِﻪِ ﻟِﺴَﺎﻧَﻚَ ﻟِﺘَﻌْﺠَﻞَ ﺑِﻪِ

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.

Ayat ini tersirat sebuah pesan bahwa dalam belajar harus Sam’an wa Tha’atan atau Tahqiqu At-Talaqqi As-Syafawiyyi yakni mempertegas seorang murid dalam menerima ilmu bacaan dari lisan guru.

Peristiwa ini pun mengajarkan kepada kita bahwa dalam belajar membaca Al-Qur’an itu jangan mengedepankan malu dan gengsi di mata guru. Jika salah sadari kesalahan tersebut, maka guru akan membenarkan.

Nabi Muhammad yang notabene mulia-mulianya ciptaan, namun masih bersikap ta’dzim saat belajar, berguru kepada Malaikat Jibril.

Pesan lain dalam ayat ini adalah seorang Nabi SAW menjalani proses belajar Al-Qur’an harus melalui guru, tidak boleh otodidak. Apalagi seorang manusia biasa.

Allah SWT bisa saja langsung memberikan wahyu kepada Kakasih-Nya Rasulullah Saw. Akan tetapi Allah tidak memilih itu, namun justeru NABI dijadikan contoh bagaimana proses pewahyuan ini juga melalui proses belajar.

Dari kisah di atas bisa diambil pelajaran bahwa sebagai umat Muhammad, ketika belajr agama dan Kitabnya harus berguru kepada guru yang benar-benar ahli dan sanadnya sampai kepada Rasulullah.

Untuk diketahui, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, yang merupakan cucu dari pendiri Pondok Pesantren Lorboyo dulu juga bertalaqqi mengaji Al-Qur’an kepada Al-Ustadz KH. Maftuh Basthul Birri Pengasuh Pondok Pesantren Murottilil Qur’an, Setiap pagi beliau berjalan kaki dari rumah ke kediaman Mbah Yai Maftuh demi menimba ilmu Al-Qur’an dan mentashhihkan bacaan. Padahal saat itu Abuya sudah menjadi Pengasuh.

Mbah Yai Maftuh pun, saat mengaji Qiroat Sab’ah, beliau sudah sepuh, sudah menenap di Lirboyo dan sudah mempunyai tiga orang anak. Karena hausnya beliau akan ilmu Al-Qur’an dan cita-cita luhur beliau untuk bisa mengaji dan menguasai Qiro’at Sab’ah. Beliau rela bolak-balik, laju dari Kediri – Yogyakarta untuk mengaji ke KH. Nawawi Abdul Aziz Ngrukem Bantul Yogyakarta samapi beliau khatam.
.
Hendaklah bisa ditauladani kegigihan dan hirroh guru-guru kita dalam mencari ilmu. Jangan mudah puas akan ilmu yang kau dapat, apalagi qona’ah akan kebelum-bisaan. Gurukanlah ilmumu, apapun ilmunya kepada seorang guru yang memang ahlinya, apalagi mengaji Al-Qur’an.

Saya jadi Ingat sebuah maqola yang disampaikan oleh Syaikh Abu Yazid al Bustamiy (188 H. – 261 H.) dalam Tafsir Ruhul Bayan. Beliau dawuh,

ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﺷﻴﺦ ﻓﺸﻴﺨﻪ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ

“Barangsiapa tidak memiliki guru maka gurunya adalah syetan”.

Semoga bermanfaat.

Penulis: Al faqir Basyar Santri Lirboyo, Kediri, Jawa Timur

Artikel yang berkaitan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close